Membahas soal fenomena remaja pesantren memang sangat menarik. Di
satu sisi mereka adalah remaja dengan segala keinginannya. Tapi di sisi
lain mereka dituntut menjadi seorang panutan karena label santri yang
melekat pada dirinya.
Sebagai seorang remaja, mereka biasa mengalami kondisi yang sering
disebut dengan strom and stress. Kondisi ini mengharuskan mereka untuk
bisa beradaptasi dengan kondisi sekitarnya. Kondisi storm misalnya
membuat mereka bingung karena terpaan budaya dan terpaan ujian dan
cobaan yang sedemikian berat. Hal hal baru yang menghampiri mereka dan
juga banyaknya hal aneh yang menyapa hidup mereka. Pergaulan yang asing,
teknologi dan media massa membuat mereka seperti terbawa badai. Bingung
dan membingungkan.
Sedangkan kondisi stress biasanya adalah munculnya banyak tekanan.
Tekanan bisa dari internal maupun eksternal dirinya. Bisa dari dalam
dirinya sendiri karena terlalu banyak yang dipikirkan. Masalah
pelajaran, masalah keluarga, masalah cinta dan banyak masalah lainnya.
Kebutuhan adanya pengakuan, adanya penghargaan dan kebutuhan non
material lain yang mulai ada dalam diri mereka dan harus dipenuhi.
Sementara dari factor eksternal bisa berupa tekanan peraturan pesantren,
kondisi keluarga, ekonomi dan banyak lagi yang lainnya.
Menyikapi kondisi ini ada sebagian yang merasa bahwa mereka harus
bertahan. Sehingga mereka tampil sebagai santri yang mampu tetap menjaga
akhlak dan perilakunya karena ikhlas. Mereka tidak akan tergoda dan
tetap istiqamah dengan ilmu yang mereka amalkan. Meski menjadi santri
yang seperti ini juga tidak mudah. Akan ada banyak rintangan dan
hambatan di depan mata. Tapi bila serius dan yakin pada Allah semua bisa
dihadapi dengan baik.
Namun ada pula yang memilih larut dalam kondisi yang ada. Mereka
melebur dengan kebanyakan anak muda dan remaja. Sehingga mereka tidak
mampu lagi bertahan dengan cirri khas keteguhan memegang prinsip. Faktor
pengubahnya bisa sangat banyak. Dari mulai karena pekerjaan, harta atau
soal cinta. Mereka tidak mampu memegang keutuhan tekad menjadi panutan
masyarakat. Akhirnya memilih menjadi manusia biasa dengan kebiasaan yang
sangat biasa.
DUA UJIAN BESAR: FITNAH SYAHWAT DAN FITNAH SYUBUHAT
Dua jebakan besar yang harus dihindari oleh para remaja pesantren adalah
syahwat dan syubuhat. Dulu seorang santri sangat dibatasi berkomunikasi
dengan lawan jenisnya. Tapi sekarang eranya sudah berubah. Facebook,
handphone dan teknologi lain memungkinkan mereka melakukan hal itu
secara lebih leluasa. Mereka bisa saling kenal, saling bertemu dan
bahkan saling terjerat asmara. Akibatnya, mereka tidak bisa
mengendalikan nafsu dan terpenjara oleh keinginannya. Ilmunya hilang tak
tersisa tergerus oleh keinginan cinta buta.
Jebakan kedua yang tak kalah dahsyat adalah urusan syubuhat.
Pemikiran pemikiran aneh sudah mulai disebar di kalangan pesantren.
Mereka mengaburkan siapa kawan dan siapa lawan. Mereka juga menbuyarkan
konsentrasi perjuangan dengan banyaknya iming iming keduniawian.
Diperparah lagi dengan munculnya dai dai jahat yang mengeruhkan dunia
dakwah. Umat menjadi bingung harus mengikuti kebenaran versi siapa.
Santri harus bangkit dengan kekhasan mereka. Tidak perlu silau dengan
masa depan dunia orang lain. Karena kalian sudah punya masa depan
sendiri. Tidak perlu risau dengan urusan cinta, karena bila engkau baik,
cinta akan menghampirimu di saat yang tepat. Jika kita istiqamah, Allah
juga akan memberi kita pahala yang tiada putus putusnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar